bulat.co.id -JAKARTA | Fenomena warga Indonesia atau WNI yang berpindah
kewarganegaraan menjadi warga Singapura dilaporkan marak terjadi. Data pihak
Imigrasi RI menunjukkan, antara tahun 2019-2022 terdapat sebanyak 3.912 WNI
pindah kewarganegaraan menjadi warga Singapura, atau sekitar 1.000 orang per
tahunnya.
"WNI yang berpindah
kewarganegaraan menjadi warga Singapura rata-rata pada kelompok usia produktif,
usia 25-35 tahun," ujar Dirjen Imigrasi, Silmy Karim baru-baru ini.
Baca Juga :Panji Gumilang Disebut Korupsi Dana BOS
"Saya kira sah-sah saja bagi
WNI yang pindah kewarganegaraan demi taraf hidup yang lebih baik selama
dilakukan secara legal. Mereka yang pindah ini usia-usia produktif, potensial,"
ungkap Silmy.
Sejumlah pakar berpendapat,
ada beberapa faktor yang membuat para WNI pindah kewarganegaraan jadi warga
Singapura. Mereka sepakat, alasan tertinggi yang membuat WNI pindah
kewarganegaraan adalah faktor ekonomi.
Secara umum, pendapatan di
Singapura lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Meski biaya hidup di negara
pulau itu juga tinggi, tapi tidak menjadi masalah. Mengingat bekerja di
Singapura dinilai bisa memberi kepastian masa depan.
Selain itu, Singapura
merupakan negara yang teratur, dengan fasilitas transportasi umum yang mudah
tersedia, dan lingkungannya yang terjaga.
Pakar Hubungan Internasional
Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah menyebutkan bahwa Singapura telah
mendapatkan keuntungan besar dengan banyak warga negara Indonesia (WNI)
expertise atau memiliki keahlian yang pindah menjadi warga negara Singapura.
Menurut Teuku, Singapura telah mendapatkan keuntungan dari keahlian ilmu
pengetahuan dan teknologi dari WNI.
Baca Juga :AKI di Indonesia Tinggi, BKKBN Sebut Belum Capai Target
"Saya pikir, Singapura
akan untung besar dengan hal ini. 10 tahun ke depan akan banyak karya-karya
intelektual level dunia dari anak-anak kita, dan berstempel Singapura,"
ujar Teuku di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Menurut Teuku, penyebab
pindahnya WNI ke Singapura karena ada faktor pendorong dan faktor penarik yang
saling berkaitan. Pemerintah Singapura, kata dia, memberikan hal-hal yang tidak
sanggup diberikan pemerintah Indonesia, seperti fasilitas pendidikan yang
canggih, laboratorium penelitian dan fasilitas-fasilitas pengembangan lainnya.
"Tentunya ada push
factor dan pull factor. Pemerintah Singapura mampu memberikan hal-hal yang kita
nggak sanggup berikan. Kemudian janji-janji karya intelektual, kemudahan
fasilitas laboratorium, kemudian fasilitas-fasilitas pendidikan lebih lanjut di
dalam dan luar negeri yang disediakan Singapura," jelas Teuku.
Karena itu, Teuku berharap
semua pihak terutama pemerintah untuk menciptakan lingkungan hidup yang baik
bagi semua warga negara. Menurut Teuku, jika kebutuhan dasar setiap warga
negara terpenuhi maka orang akan betah tinggal di Indonesia.
"Kemudian bagi kalangan
yang terdidik, yang mempunyai kemampuan pengetahuan dan teknologi, mohon
kebutuhan mereka juga dinafkahi. Misalnya, fasilitas penelitian, fasilitas
kemudahan memperoleh perizinan, fasilitas memperoleh hak atas karya
intelektual, fasilitas kemudahan paten, fasilitas kemudahan integrasi atas
temuan mereka dengan industri nasional, akses-akses mereka mengikuti
forum-forum internasional, itu dinafkahi oleh negara tentunya dengan sistem
pengawasan yang baik, itu insyaallah anak-anak jenius Indonesia bisa bertahan
hidup di lingkungan seperti ini," pungkas Teuku. (dhan/bs)