bulat.co.id -Guntur Hamzah resmi menjadi hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Guntur
membacakan sumpah jabatan di depan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Acara
pengucapan sumpah jabatan digelar di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu
(23/11/2022). Acara digelar secara terbatas dengan menerapkan protokol
kesehatan yang ketat.
Hadir dalam acara itu Menko Polhukam Mahfud Md, Mensesneg
Pratikno, Seskab Pramono Anung, Ketua DPD La Nyalla Mattalitti, Ketua Mahkamah
Agung M Syarifuddin, Ketua Wantimpres Wiranto, Ketua MK Anwar Usman, hingga Ketua Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata.
Acara diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Setelah itu, keputusan presiden (keppres) tentang pemberhentian dan
pengangkatan Hakim Konstitusi yang diajukan DPR. Guntur Hamzah kemudian
membacakan sumpah jabatan sebagai hakim konstitusi.
"Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi
kewajiban hakim konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang
teguh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan peraturan
perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 serta berbakti kepada nusa dan bangsa," demikian
petikan sumpah yang dibacakan Guntur.
Dilansir dari detikcom, acara dilanjutkan dengan penandatanganan
berita acara pengucapan sumpah jabatan Hakim Konstitusi.
Sebagaimana diketahui, penggantian hakim konstitusi Aswanto
oleh DPR bermula saat MK memutus putusan judicial review UU Nomor 7 Tahun 2020
tentang MK. Dalam putusan itu disebutkan hakim konstitusi diperpanjang dari 5
tahun menjadi 15 tahun atau pensiun di usia 70 tahun.
Lalu, bagaimana status hakim konstitusi yang aktif
sebagaimana tertuang dalam Pasal 87 huruf b UU 7/2020? Apakah mengikuti UU baru
atau UU lama?
Nah, dalam pertimbangannya, MK menyatakan perlu meminta
konfirmasi ke pihak pengusul, yaitu DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung (MA),
apakah akan tetap atau dilanjutkan. Berikut pertimbangan lengkap MK yang
dikutip detikcom, Selasa (11/10/2022):
Menimbang bahwa setelah jelas bagi Mahkamah akan niat
sesungguhnya (original intent) dari pembentuk undang-undang dalam pembentukan
UU 7/2020, maka Mahkamah berpendapat ketentuan Pasal 87 huruf b UU 7/2020 tidak
bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Pembacaan atas rumusan Pasal
87 huruf b UU 7/2020 menurut Mahkamah harus dipahami semata-mata sebagai aturan
peralihan yang menghubungkan agar aturan baru dapat berlaku selaras dengan
aturan lama.
Bahwa untuk menegaskan ketentuan peralihan tersebut tidak
dibuat untuk memberikan keistimewaan terselubung kepada orang tertentu yang
saat ini sedang menjabat sebagai hakim konstitusi, maka Mahkamah berpendapat
diperlukan tindakan hukum untuk menegaskan pemaknaan tersebut. Tindakan hukum
demikian berupa konfirmasi oleh Mahkamah kepada lembaga yang mengajukan hakim
konstitusi yang saat ini sedang menjabat.
Konfirmasi yang dimaksud mengandung arti bahwa hakim
konstitusi melalui Mahkamah Konstitusi menyampaikan pemberitahuan ihwal
melanjutkan masa jabatannya yang tidak lagi mengenal adanya periodisasi kepada
masing-masing lembaga pengusul (DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung).
Atas putusan MK yang dibacakan pada 20 Juni 2022 itu, Ketua
MK lalu mengirimkan surat pemberitahuan kepada DPR, Presiden, dan MA soal
putusan itu. Atas permintaan konfirmasi itu, DPR menyatakan tetap melanjutkan
dua utusannya, yaitu Wahiduddin Adams dan Arief Hidayat. Sedangkan Aswanto
digantikan Guntur Hamzah.
"Keputusan DPR tersebut adalah tindakan konstitusi DPR
sebagai respons terhadap tindakan hukum yang dilakukan oleh MK dengan
mengirimkan Surat Kepada DPR RI Nomor 3010/KP.10/07/2022 perihal Pemberitahuan
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 96/PUU-XVIII/2020 Tentang Uji Materi Terhadap
UU MK Nomor 7 Tahun 2020," kata anggota Komisi III DPR, Habiburokhman.
Menyusul DPR, MA juga menjawab surat dari MK itu. MA menilai
surat Ketua MK sah sehingga MA menjawabnya. Dalam suratnya, Ketua MK meminta
pemberitahuan tentang konfirmasi terkait status 3 hakim konstitusi dari MA,
apakah dilanjutkan atau dikocok ulang.
"Surat MK itu kami terima dan pahami sebagai tindak
lanjut dari perubahan UU MK Nomor 7/2020 jo putusan MK terkait hakim MK untuk
konfirmasi berupa pemberitahuan ihwal melanjutkan masa jabatan hakim konstitusi
dari usulan MA," kata jubir MA, Andi Samsan Nganro, kepada wartawan, Rabu
(19/10/2022).
Karena menilai surat pemberitahuan tentang konfirmasi itu
sah, MA membahasnya dalam rapat pimpinan MA pada 12 Oktober 2022.
"Maka surat tersebut dibahas di dalam Rapat Pimpinan
MA. Dalam Rapim tersebut hasilnya disepakati untuk menjawab surat tersebut
sebagaimana surat Ketua MA a quo," ujar Andi Samsan Nganro.
Hasil Rapim MA itu menyepakati melanjutkan tiga hakim MK
dari unsur MA.