bulat.co.id -JAKARTA |JAKARTA | Membengkaknya utang
pemerintah di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) selalu jadi perdebatan publik.
Isu meroketnya pinjaman pemerintah juga kerap jadi amunisi bagi pihak oposisi.
Sebagai gambaran saja,
posisi utang pemerintah hingga akhir 30 Juli 2023 adalah Rp 7.855,53 triliun.
Dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) adalah 37,78 persen.
Baca Juga :Pencairan Hibah PWI Belum Penuhi Syarat Administrasi
Sebagai perbandingan
saja, pada akhir tahun 2014 atau masa awal pemerintahan periode pertama
Presiden Jokowi, posisi utang pemerintah kala itu masih berada di level Rp
2.608,78 triliun dengan rasio terhadap PDB 24,75 persen. Dengan kata lain,
utang pemerintah di era Jokowi sudah meningkat pesat sebesar Rp 5.246 triliun.
Besarnya jumlah utang
pemerintah tentu berdampak pada makin besarnya bunga yang harus dibayarkan. Hal
ini tentunya jadi beban keuangan pemerintah karena ruang fiskal juga semakin
menyempit.
Mengutip data dari
Harian Kompas, Rabu (30/8/2023), porsi pembayaran bunga utang pada RAPBN 2024
meningkat signifikan hingga dua kali lipat. Tahun 2024 sendiri merupakan tahun
terakhir masa pemerintahan periode kedua Jokowi.
Baca Juga :Tak Sesuai Harapan, Barcelona Akan Pinjamkan Ansu Fati, Dua Klub Inggris Difavoritkan
Jumlah beban bunga
utang pemerintah ini sudah melampaui belanja modal serta menduduki posisi
tertinggi di atas jenis belanja lainnya. Kenaikan beban biaya utang yang nyaris
menembus Rp 500 triliun.
Sudah lima tahun
terakhir ini, porsi pembayaran bunga utang dalam komponen belanja pemerintah
pusat di APBN terus melonjak signifikan.
Sebagai perbandingan, pada tahun 2019, porsi pembayaran bunga utang
pemerintah masih Rp 275,5 triliun. Jumlah itu meningkat menjadi Rp 314 triliun
pada 2020, naik menjadi Rp 343,4 triliun pada 2021, meningkat ke Rp 386,3
triliun pada 2022, melonjak ke Rp 437,4 triliun pada outlook 2023, dan kini
ditargetkan mencapai Rp 497,3 triliun pada RAPBN 2024. (dhan/kmp)