Pelepasan satu juta ton air radioaktif tersebut dimulai sejak Kamis
(24/8/2023) pukul 13.00 waktu setempat. Pelepasan ini menuai banyak reaksi,
banyak pihak khawatir akan dampaknya terhadap laut dan lingkungan sekitarnya.
Baca Juga :Arab Saudi Hukum Mati Pengkritik di Medsos
Menanggapi hal tersebut, peneliti senior bidang nuklir dari Badan Riset dan
Inovasi Nasional (BRIN), Djarot Sulistio, mengatakan bahwa Indonesia tidak
perlu khawatir akan potensi bahaya yang dapat muncul dari pelepasan air olahan
bekas PLTN Fukushima.
"Indonesia saya kira tidak perlu khawatir. Karena kita punya sistem untuk
mengecek apakah ini oke atau tidak, apakah ikan atau produk-produk laut dari
sekitar Fukushima itu ada kontaminasi atau tidak," ungkap Djarot kepada
BBC News Indonesia.
Sebab, air itu sudah diolah hingga tinggal bahan yang disebut tritium, yakni
zat isotop hidrogen yang dinilai tidak berbahaya bagi manusia jika kadar
tritium tidak melebihi batas wajar. Bahkan, sudah disetujui oleh lembaga
internasional IAEA.
"Kalau saya dari sisi sains, itu tidak ada masalah. Tidak perlu dikhawatirkan. Sebenarnya
masyarakat internasional, terutama negara-negara yang punya PLTN itu sudah
biasa tiap kali melepas tritium ke sungai, danau atau laut tergantung PLTN
tersebut berada di mana, selama itu konsentrasinya rendah," ujar Djarot.
Lebih lanjut, ia mengatakan, bahwa komunitas internasional tentu harus terus
memonitor kelangsungan proses pelepasan air yang akan memakan waktu hingga 30
tahun. Baik dari sisi teknis maupun pengawasan dampak radiasi pada produk yang
dikonsumsi. (dhan/dtk)