Baca juga: Tiket Pesawat di Rusia Ludes Setelah Vladimir Putin Umumkan Mobilisasi Militer Parsial
Musson juga menekankan bahwa pusat gempa besar seperti itu menjadi kurang penting dibandingkan seberapa jauh retakannya meluas di sepanjang garis patahan -- dalam kasus ini, mencapai sekitar 100 kilometer.
"Itu berarti di area mana saja dalam jarak 100 kilometer di sepanjang tren patahan, secara efektif berada tepat di atas gempa bumi," jelasnya.
Infrastruktur Buruk Turut Berperan dalam Banyaknya Korban Jiwa
Pakar vulkanologi pada Universitas Portsmouth Inggris, Carmen Solana, menyatakan bahwa karena gempa tidak bisa diprediksi, maka bangunan-bangunan tahan gempa sangat penting di area-area terdampak.
"Infrastruktur yang bertahan sayangnya tidak merata di Turki Selatan dan khususnya Suriah, sehingga menyelamatkan nyawa kini sebagian besar bergantung pada upaya penyelamatan korban," sebutnya.
Menindaklanjuti gempa dahsyat tahun 1999, pemerintah Turki mengesahkan legislasi tahun 2004 yang mewajibkan semua bangunan baru memenuhi standar modern tahan gempa. Presiden Recep Tayyip Erdogan menjadikan konstruksi bangunan kuat sebagai prioritas politik usai gempa menewaskan 114 orang tahun 2020.
Kepala Institut Pengurangan Risiko dan Bencana pada University College London, Joanna Faure Walker, menyerukan Turki untuk memeriksa apakah legislasi itu telah dipatuhi dengan benar sehubungan dengan bencana mematikan terbaru ini. Dia juga menyerukan Ankara untuk mengkaji ulang 'apakah ada kemungkinan meningkatkan keselamatan bangunan-bangunan tua'.
Secara terpisah, pakar vulkanologi pada University College London, Bill McGuire, menyatakan bahwa 'di Suriah, banyak bangunan sudah diperlemah oleh perang yang berlangsung selama lebih dari satu dekade terakhir'.