Gempa M7,8 di Turki Diduga Buatan Manusia

- Kamis, 09 Februari 2023 19:50 WIB
Gempa M7,8 di Turki Diduga Buatan Manusia
Istimewa
Gempa Turki

bulat.co.id - Gempa dengan magnitudo 7,8 yang mengguncang Turki pada Senin (6/2/2023) dituding ulah manusia. Benarkah hal tersebut?

Tudingan soal gempa hasil rekayasa antara lain muncul dari Walikota Ankara, Ibrahim Melih Gokcek. Gokcek lewat akun Twitternya menyebut, ini bukan kali pertama bagi Turki menjadi target gempa "buatan manusia".

"Sekarang, saya berpikir, ini mungkin gempa hasil rekayasa manusia. Saya tidak mengatakan hal itu pasti demikian, tetapi ada kemungkinan yang sangat besar," tulis Gokcek dalam akun twitternya.

Baca Juga: Gempa Turki-Suriah Tewaskan Ribuan Orang, Kenapa Sangat Mematikan?


Gempa magnitudo 7,8 terjadi di Turki pada Senin (6/2) dan mengakibatkan kerusakan parah serta ribuan korban jiwa.

Dilansir CNN Indonesia, Kamis (9/2/2023), Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengungkapkan jumlah korban tewas di Turki meningkat menjadi setidaknya 9.057 orang dengan 52.979 lainnya dilaporkan terluka.

Sementara, White Helmets, sebuah organisasi sukarelawan di Suriah, mengungkapkan total korban jiwa di Suriah naik menjadi 2.992.

Jika dirinci, 1.730 korban jiwa berada di daerah yang dikuasai pemberontak di barat laut. Kemudian, 1.262 korban jiwa lainnya berada di bagian yang dikuasai pemerintah Suriah.


Sejumlah pihak menuding Amerika Serikat (AS) dengan teknologi HAARP miliknya menjadi dalang gempa tersebut. Tudingan itu antara lain muncul dari para pegiat teori konspirasi.

Belakangan, Gokcek ternyata juga mempercayai teori tersebut. Masih dari akun Twitternya, Gokcek membagikan sebuah video Youtube berisi penjelasan soal HAARP.

"Saya bilang, harus ada investigasi soal ini. Apakah ada kapal riset seismik yang melintas di dekat episenter? Jika iya, kapal itu milik negara mana?" tuding Gokcek.

Mengutip halaman resmi Stanford, beberapa gempa memang dapat dibuat oleh manusia. Salah satu kota di AS yang pernah cukup sering mengalami gempa buatan manusia adalah Oklahoma.

Hal tersebut terjadi karena injeksi air pembuangan dari tambang minyak dan gas. Air tersebut diinjeksi ke kedalaman 7000 kaki di bawah tanah di utara tengah Oklahoma dan selatan Kansas.

Penyuntikan air ke dalam lapisan tersebut dapat berdampak kepada patahan di sekitarnya. Alhasil, patahan terdampak itu bisa menghasilkan gempa karena tekanan yang dihasilkan dari suntikan air limbah tersebut.

"Injeksi cairan ke formasi Arbuckle meningkatkan tekanan yang menyebar di area yang besar. Tekanan itu bermasalah karena dapat berdampak ke patahan yang besar di dekatnya yang sudah berada dalam tekanan akibat proses tektonik," tulis para pakar yang penelitiannya sudah dipublikasikan di jurnal Nature Communications.

"Gempa yang diinduksi di Oklahoma meningkat drastis sekitar 2009 dan puncaknya terjadi pada 2015, dengan hampir 1000 gempa yang dirasakan dan menyebar di sebelah utara dan selatan negara bagian tersebut," tulis mereka lagi.


Hal serupa juga dinyatakan geofisikawan dari Free University of Berlin, Marco Bohnhoff yang telah meneliti lebih dari 20 tahun di bidang aktivitas seismik alami maupun injeksi. Menurutnya, ada beberapa aktivitas manusia yang bisa memicu gempa.

"Dengan gempa induksi, jelas ada koneksi spasial dan temporal antara peristiwa gempa dan aktivitas manusia seperti pertambangan, pengisian reservoir bendungan, atau injeksi cairan untuk tujuan penyimpanan air di bawah tanah," tulisnya seperti dikutip dari ESKP.

Bohnhoff menambahkan, formasi bebatuan yang terganggu oleh aktivitas manusia tersebut memainkan peranan penting dalam terjadinya gempa. Ia mencontohkan, stimulasi hidrolik atau operasi injeksi air bertekanan tinggi pada lapisan sedimen tidak akan memicu aktivitas seismik.

Lebih lanjut, Bohnhoff mengatakan, gempa karena injeksi dengan magnitudo lebih besar dari 5 terjadi di lapisan kerak Bumi yang padat, dan bukan di cekungan pengendapan.

Kendati demikian, sejumlah pakar menyebut, gempa di Turki tidak terjadi karena aktivitas manusia. Seismolog dari lembaga pemantau geologi AS (USGS), Susan Sough menyebut gempa di Turki sangat merusak karena lokasi dan kedalamannya yang dangkal.

"Dunia telah melihat magnitudo yang lebih besar dari [gempa] ini selama 10-20 tahun terakhir," kicaunya.

"Tetapi gempa yang dekat dengan M8 tidak umum terjadi pada sistem patahan sesar dangkal, dan karena kedekatannya dengan pusat populasi dapat sangat mematikan."


Selain itu, seismolog dari Imperial College London, Stephen Hicks mengungkapkan, gempa M 7,8 ini memiliki kekuatan yang sama dengan gempa di Turki pada Desember 1939 yang menewaskan sekitar 30 ribu orang.

Menurut Hicks, Turki pada dasarnya merupakan sarang aktivitas seismik karena berada di dua patahan besar di Lempeng Anatolia.

Patahan tersebut adalah Patahan Anatolia Utara (Northern Anatolian Fault/NAF) yang melintasi Turki dari barat ke timur; dan Patahan Anatolia Timur (East Anatolian Fault/EAF)yang ada di wilayah tenggara negara itu.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono juga mengungkapkan, ada lima penyebab gempa Turki sangat destruktif.

"Mengapa gempa Turki sgt destruktif?: (1) Magnitudo besar 7,8 (2) Gempa kerak dangkal (3) Terdiri 3 gempa besar 7,8 6,7 & 7,5 (4) Waktu gempa pagi hari pkl 4 bnyk warga dirumah, masih tidur (4) Pusat gempa di kelilingi 4 kota besar: Gaziantep, Kahramanmaras, Pazarcik, & Nurdagi," tulis Daryono lewat akun Twitternya.

Daryono juga membantah HAARP menjadi dalang gempa tersebut. "Adalah angan angan kosong, mengkait-kaitkan gempa dengan HAARP," tulisnya.

Dikutip dari situs resminya, HAARP atau High-frequency Active Auroral Research Program sebetulnya adalah program penelitian ionosfer yang didanai oleh militer AS, pemerintah, dan Universitas Alaska.

HAARP sendiri disebut sebagai "transmiter bertenaga tinggi dan frekuensi tinggi yang paling mampu untuk mempelajari ionosfer". Dengan menggunakan HAARP, para ilmuwan mendapat pengertian yang lebih baik tentang proses yang terus terjadi di bawah simulasi alami Matahari.
Upaya Politisasi


Di sisi lain, Yevgeniya Gaber menilai pendapat yang menyebut gempa Turki hasil rekayasa manusia berbau politis. Ia pun menyerukan hal tersebut untuk ditanggapi secara serius.

"Ada peningkatan unggahan di media sosial berisikan teori konspirasi soal kemungkinan gempa dibuat oleh manusia yang bertujuan untuk memperlemah Turki usai peningkatan tensi dengan sekutu Baratnya. Upaya-upaya untuk memengaruhi persepsi publik seperti ini soal tragedi gempa tersebut harus ditanggapi secara serius," kata Gaber yang merupakan pakar dari Center in Modern Turkish Studies, Carleton University.

Gaber mengatakan, ada peluang untuk mempolitisasi gempa tersebut baik secara internal dan eksternal.

Pasalnya, hanya beberapa jam setelah gempa terjadi, kanal Telegram Rusia mempublikasikan pesan yang menyerukan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan untuk memperbarui pembicaraan dengan Presiden Suriah, Bashar Al-Assad.

Kanal tersebut mengklaim, ini adalah saat yang bagus untuk mengkoordinasikan respon Turki, Suriah, dan Rusia. Setelah kanal itu muncul, terungkap pula adanya pembicaraan lewat telpon antara Erdogan dan Presiden Rusia, Vladimir Putin.

"Dengan banyaknya peristiwa di wilayah ini, penting untuk memastikan bahwa harga nyawa manusia tidak turun dan kematian banyak orang tidak hanya sebatas statistik," kata Gaber yang juga penasihat kebijakan luar negeri untuk perdana menteri Ukraina.

Penulis
:
Editor
:
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru