bulat.co.id - Kaum muslim diwajibkan berpuasa sebulan penuh selama
Ramadan, yang artinya mereka harus menahan diri dari perkara yang membatalkan
puasa sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Adapun sekitar kalangan
umat Islam, masih sering dipertanyakan perihal berhubungan intim dalam keadaan
puasa di siang hari pada bulan Ramadan. Bagaimana hukumnya?
Hukum Bersetubuh di
Siang Hari Bulan Ramadan
Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah 2 menyebutkan bahwa
ulama menyepakati beberapa hal yang dapat membatalkan puasa wajib maupun
sunnah, di antaranya adalah melakukan hubungan suami istri (jima) di siang hari
(dalam kondisi puasa).
Baca Juga: Ketua MUI dan Muhammadiyah Psp Minta Instansi Terkait Tutup Tempat Hiburan Malam
Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Abu Hurairah, ia
berkata: "Seorang lelaki datang menemui Rasulullah SAW lalu berkata,
'Celakalah aku, wahai Rasulullah!' Beliau bertanya, 'Apa yang telah membuatmu
celaka?' Lelaki itu menjawab, 'Aku telah bersetubuh dengan istriku pada siang
hari, saat bulan Ramadan.'
Rasulullah SAW bertanya, 'Mampukah kamu memerdekakan seorang
hamba?' Lelaki itu menjawab, "Tidak!' Rasulullah SAW bertanya lagi,
'Mampukah kamu berpuasa selama dua bulan berturut-turut?' Lelaki itu menjawab,
'Tidak!'
Rasulullah SAW bertanya lagi, 'Mampukah kamu memberi makan
kepada 60 orang fakir miskin?' Lelaki itu menjawab, "Tidak!' Kemudian dia
duduk.
Rasulullah SAW kemudian memberikan kepadanya satu keranjang
berisi kurma, lalu bersabda, 'Sedekahkanlah ini!' Lelaki tadi berkata, 'Apakah
ada orang yang lebih miskin dari kami? Tiada lagi di kalangan kami di Madinah
ini yang lebih memerlukan dari keluarga kami.'
Dilansir dari detikcom, Senin (20/3/2023), mendengar ucapan
lelaki itu Rasulullah SAW tersenyum sehingga kelihatan sebagian gigi
gerahamnya. Kemudian beliau bersabda, 'Pulanglah dan berilah kepada keluargamu
sendiri." (HR Jamaah)
Melalui kitab Al-Lu'lu' wal Marjan yang diterjemahkan Taufik
Munir, Muhammad Fu'ad Abdul Baqi menyatakan hadits tersebut merupakan dalil
yang mengharamkan bersetubuh di siang hari pada bulan Ramadan bagi yang
berpuasa.
Pada hadits di atas pula, tersirat sanksi yang diberikan
Nabi SAW terhadap pelaku jima. Abu Malik Kamal ibn Sayyid Salim dalam buku
Fikih Sunnah Wanita berpendapat, "Rasulullah SAW hanya memerintahkan
laki-laki untuk membayar kafarat di hadis tersebut, dan beliau tidak
menyinggung istrinya."
Lebih lanjut sebagian ulama berkata, "Jika kafarat
dilakukan dengan memerdekakan budak atau memberi makan orang miskin, maka ia
menjadi tanggung jawab suami. Tetapi bila kafarat dilakukan dengan berpuasa,
maka harus dilakukan oleh si suami dan juga istrinya."
Sayyid Sabiq dalam bukunya pun mengungkap hukuman yang
diberikan kepada pelaku jima berdasarkan hadit dan ijma ulama, yakni berupa
kewajiban mengqadha (mengganti) puasa sekaligus diharuskan membayar kafarat.
Muhammad Jawad Mughniyah dalam buku Fiqih Lima Madzhab
menjelaskan terkait membayar kafarat di sini, yaitu dengan memerdekakan budak.
Apabila tidak mendapatkannya, maka ia mesti berpuasa selama dua bulan
berturut-turut. Dan jika ia tidak mampu juga, maka harus memberi makan 60 orang
fakir miskin.
Berhubungan Intim di
Malam Hari Bulan Ramadan, Apakah juga Haram?
Sayyid Quthb dalam Tafsir di Zhilalil Qur'an yang
diterjemahkan As'ad Yasin mengemukakan bahwa Surat Al-Baqarah ayat 187 menjadi
dalil kebolehan maupun kehalalan untuk melakukan hubungan suami istri pada
waktu antara Maghrib hingga Subuh di bulan Ramadan.
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ
ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ
تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ
وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ
Artinya: "Dihalalkan bagimu pada malam puasa bercampur
dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi
mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi
Dia menerima tobatmu dan memaafkanmu. Maka, sekarang campurilah mereka dan
carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu,"
Dijelaskan pula ayat ini turun karena pada masa permulaan
diwajibkannya puasa Ramadan, bercampurnya suami istri masih dilarang apabila yang
orang-orang yang bersangkutan telah tidur sesudah berbuka puasa. Sehingga jika
dia bangun tidur di tengah malam meski belum fajar, tidak diperbolehkan bergaul
suami istri, bahkan makan dan minum,
Dengan ketentuan seperti itu, kaum muslim pada masa Rasulullah
SAW banyak yang tampak keberatan. Lantas Allah SWT memberikan kemudahan dan
keringanan dengan mewahyukan Surat Al-Baqarah ayat 187.
Sehingga melalui ayat di atas, dihalalkanlah berhubungan
intim pada malam hari di bulan Ramadan, antara waktu Maghrib hingga menjelang
Subuh.