bulat.co.id -Proses kedua mediasi atas gugatan perkara 97/Pdt.G/2023/PN/JKT. SEL, tanggal 24 Januari 2023, atas memberhentikan sepihak/tanpa dasar dan mengambil alih tugas dan fungsi DD WALHI Sumatera Utara di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan (PN Jaksel) berujung gagal antara Dewan Daerah WALHI Sumut dengan Dewan Nasional (DN) WALHI dan Eksekutif Nasional (EN) WALHI.
Hal ini dikatakan tim pembela hukum Dewan Daerah (TPH-DD) Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara melalui Kantor Hukum Law Office R. Aritonang, S.H, Selasa (28/3/23).
"Minggu lalu, mediasi pertama telah dilakukan 6 Maret 2023, tapi karena komunikasi pihak kuasa hukum DN dan EN WALHI buruk alias tidak komunikatif, akhirnya mediasi pertama tersebut tidak terjadi," ujar R. Aritonang melalui pesan tertulisnya.
Apalagi, kata Aritonang, tergugat tersebut secara principal mewakilkan mediasi kepada Sekretaris DN WALHI begitu juga dengan EN WALHI.
"Tentu ini sangat tidak sesuai etika mediasi. Seharusnya para principal hadir secara langsung sebagaimana dalam gugatan yang kita ajukan, jelas bahwa tergugat adalah DN dan EN WALHI, maka yang harus hadir ya Ketua dan Anggota DN WALHI secara keseluruhan dan Direktur Eksekutif Nasional WALHI," bebernya.
Dari mediasi pertama kemarin, lanjut Aritonang, dapat kami simpulkan bahwa DN dan EN WALHI hari ini tidak memahami hukum yang berlaku dan tidak ada keinginan sedikit pun menyelesaikan gugatan ini ditingkat mediasi.
Karena gagalnya mediasi pertama, maka pada tanggal 20 Maret 2023 lalu, mediasi kedua dilakukan sebagai bentuk tindak lanjut agenda persidangan perdata dengan nomor perkara 97/Pdt.G/2023/PN/JKT.SEL, tanggal 24 Januari 2023. Mediasi kedua ini, para tergugat yang hadir adalah M. Ishlah (Deputi Internal EN WALHI) dimana saat hadir di PN Jaksel, dirinya mengaku sebagai sekretaris Yayasan WALHI.
"Sedangkan klien kami dengan niat baik hadir secara langsung. Tetapi dalam mediasi kedua ini, para tergugat ini enggan menerima permintaan klien kami dan beranggapan secara kuat bahwa apa yang dilakukan telah sesuai mekanisme statuta, sehingga mediasi kedua ini pun gagal menempuh titik perdamaian," lanjutnya.
"Senin, (27/3/23) kemarin kita mendengarkan keputusan hakim Mediator, dari apa yang disimpulkan hakim bahwa, langkah mediasi dianggap gagal, maka persidangan selanjutnya akan dilakukan dengan agenda sidang masuk dalam pokok perkara perdata. Kemungkinan minggu depan, dan kami sebagai tim hukum klien kami tentu sudah menyiapkan hal-hal untuk mematangkan proses peradilan yang membuktikan dan meyakinkan hakim bahwa klien kami dirugikan akibat keputusan yang salah dikeluarkan oleh DN dan EN WALHI," tambahnya.
Pasca gagalnya mediasi ini, ungkap Aritonang, maka akan dilakukan sidang dengan agenda persidangan masuk dalam pokok perkara perdata. Sebagai kuasa hukum, nantinya pihaknya akan menyampaikan pada hakim bahwa klien kami dirugikan dan dilanggar haknya.
"Kami juga akan menghadirkan bukti-bukti konkrit dan nyata bahwa DN dan EN WALHI telah melanggar statuta, prinsip hukum dan Hak Asasi Manusia sebagaimana menjadi nilai penting dan tertuang dalam statutanya sendiri. Begitu juga dengan klien kami tentu sudah menyiapkan hal-hal untuk menguatkan proses peradilan dan akan meyakinkan hakim bahwa ia dirugikan akibat keputusan yang salah dikeluarkan oleh DN dan EN WALHI karena memberhentikannya secara sepihak tanpa ada proses apa pun sebagai Ketua merangkap Anggota DD WALHI Sumut," ujar Didik, SH yang juga tim Kuasa Hukum.
Sebelumnya, TPH-DD WALHI Sumut telah mendaftarkan gugatan perkara 97/Pdt.G/2023/PN/JKT.SEL, tanggal 24 Januari 2023, dan proses peradilan pertama telah digelar pada 21 Februari 2023.
Adapun gugatan tersebut menyangkut pokok gugatan terhadap Dewan Nasional (DN) WALHI dan Direktur (Eksekutif Nasional/EN) WALHI atas keputusannya memberhentikan sepihak/tanpa dasar dan mengambil alih tugas dan fungsi DD WALHI Sumatera Utara. Keputusan DN WALHI dan Direktur EN WALHI yang tidak amanah serta bertentangan dengan statuta WALHI yang merupakan pedoman organisasi.
"Dalam persidangan selanjutnya kita akan terangkan, buktikan dan sampaikan di depan peradilan bobroknya internal WALHI ini dalam hal menghormati dan menegakkan hak asasi, dari apa yang dialami klien kami tersebut, bahwa DN dan EN WALHI secara faktual melakukan tindakan pelanggaran hak asasi dan pelanggaran hukum internal mereka yang telah tertuang secara baik dalam statuta WALHI dan aturan hukum yang ada di negri kita," pungkas Didik.