Gugat ke PTUN, Manuver Anwar Usman Usai Dicopot Jadi Ketua MK Kian Mengkhawatirkan

Hadi Iswanto - Jumat, 24 November 2023 21:04 WIB
Gugat ke PTUN, Manuver Anwar Usman Usai Dicopot Jadi Ketua MK Kian Mengkhawatirkan
manuver Anwar usman
bulat.co.id -Hakim konstitusi Anwar Usman terus melakukan manuver setelah dirinya dipecat dari jabatan Ketua MK. Pencopotan dirinya berdasarkan putusan MKMK yang menyatakan dirinya melanggar etik berat terkait konflik kepentingan.

Kini, adik ipar Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) itu melayangkan surat keberatan atas pengangkatan hakim konstitusi Suhartoyo menjadi Ketua MK periode 2023-2028 menggantikan dirinya.

Surat keberatan yang diajukan Anwar melalui kuasa hukumnya itu pun sudah dikonfirmasi hakim konstitusi Enny Nurbaningsih. Enny mengatakan surat keberatan tersebut disampaikan oleh tiga kuasa hukum Anwar pada 15 November 2023.

Penelusuran pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN DKI Jakarta, gugatan Anwar telah teregister dengan nomor 604/G/2023/PTUN.JKT.

Perkara tersebut teregister pada Jumat (24/11/2023) dengan status masih pendaftaran perkara.

"Penggugat Anwar Usman. Tergugat Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia," demikian dikutip dari SIPP DKI Jakarta.

Hingga saat ini, belum diketahui materi gugatan yang dilayangkan adik ipar Presiden Joko Widodo itu kepada Suhartoyo yang menggantikannya sebagai Ketua MK.

Akibat Celah putusan MKMK

Manuver Anwar Usman cukup menghawatirkan dalam penegakan hukum di negeri ini. Pasalnya ada cela yang bisa saja membuat Anwar Usman merebut kembali posisinya sebagai ketua MK.

Ketua Bidang Hubungan Legislatif Partai NasDem, Atang Irawan, berpandangan, Anwar menggugat pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK lantaran formulasi Putusan Nomor 2/MKMK/L/11/2023 membuka ruang untuk dipermasalahkan secara yuridis.

"Karena memang tercipta kanal bagi Anwar Usman dalam melakukan upaya perlawanan," jelasnya.

Adanya saluran itu, katanya, menunjukkan Putusan MKMK Nomor 2 menabrak norma. Sebab, karena terbukti melanggar etik berat, Anwar mestinya dijatuhi hukuman pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sesuai Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan MK (PMK) Nomor 1 Tahun 2023, bukan dicopot dari jabatannya.

Selanjutnya, hakim yang dijatuhkan PTDH, merujuk Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2), diberikan kesempatan membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Banding (MKB). Komposisi anggota MKB berbeda dengan MKMK.

Nahasnya, belum ada PMK tentang mekanisme banding tersebut hingga kini. Akibatnya, tidak ada kepastian hukum atas putusan MKMK.

"Kejanggalan dua itu dalam putusan MKMK menjadi 'jalan tol' bagi Anwar Usman untuk melakukan keberatan administrasi dalam rangka memuluskan upaya gugatan pada peradilan tata usaha negara," tuturnya.

"Apalagi, putusan lembaga/organ yang berwenang menegakkan kode etik sangat disadari dan dipahami dapat diajukan keberatan melalui pengadilan tata usaha negara dengan terlebih dahulu dilakukan upaya administrasi," imbuhnya.

Kendati begitu, Atang menyayangkan sikap Anwar mengajukan gugatan ke PTUN. Baginya, demokrasi tanpa independensi kekuasaan kehakiman membuat demokrasi tidak lagi disandarkan pada amanat tujuan bernegara, yang tertuang dalam konstitusi.

Ia juga kecewa apabila nantinya PTUN Jakarta mengabulkan gugatan Anwar sehingga Putusan MKMK Nomor 2 batal demi hukum. Peluang ini memungkinkan mengingat Putusan MK Nomor 32/PUU-XIX/2021 membuka ruang menggugat putusan lembaga/badan penegak kode etik.

"Inilah sebuah 'drakor (drama Korea)' yang menjadi catatan kritis atas 'orkestrasi yustisial' yang menakutkan bak gelombang tsunami yang memporak-porandakan eksistensi sistem penegakkan hukum di Republik ini. Bahkan, 'meliuk-liuknya' kekuasaan kehakiman dapat mengakibakan 'turbulensi demokrasi' di Republik ini," urai Atang.

Wajar Kalau Keberatan

Terpisah, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang memutuskan pembuktian pelanggaran berat Anwar, Jimly Asshiddiqie, pun telah merespons surat keberatan yang diajukan tersebut.

Jimly menilai Anwar kecewa karena dipecat dari jabatannya sebagai Ketua MK. Menurut Jimly mengatakan rasa kecewa pada seseorang dapat hadir setelah beberapa hari usai kejadian.

Lalu, Jimly menjelaskan peristiwa pencopotan jabatan Anwar sebagai peristiwa yang besar dan belum pernah terjadi di sejarah peradilan dunia.

Oleh karena itu, pria yang dikenal sebagai Ketua MK periode pertama pada dekade 2000 silam itu menilai wajar apabila Anwar merasa kecewa atas putusan tersebut.

"Hari ini dia terima, besok dia mikir lagi, enggak terima. Wajar aja (mengajukan surat keberatan), wajar aja," kata Jimly saat ditemui pada acara peluncuran buku literasi konstitusi MK di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Rabu (22/11).

Selain itu, Jimly juga merasa tidak dihubungi atau berkomunikasi dengan Anwar soal putusan tersebut. Jimly meminta mengatakan semua pihak bertugas untuk mendinginkan situasi pada saat ini.

"Nah jadi menurut saya, sudah kita cooling down. Jangan juga dipanas-panasi, termasuk oleh media," kata Jimly.

Penulis
: Hadi Iswanto
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru