"Sekali lagi, sangat mengecewakan melihat Facebook
melayangkan ancaman ketimbang bekerja sama dengan pemerintah Kanada dengan
itikad baik," kata Menteri Heritage Kanada, Pablo Rodriguez.
Aturan seperti Bill C-18 di Kanada dan Publisher Rights di
Indonesia bukan hal baru. Sebelumnya, aturan serupa juga sudah berlaku di
Australia dan Amerika Serikat.
Facebook sempat memblokir konten berita di Australia,
kemudian membuka aksesnya kembali setelah ada revisi dalam aturan pemerintah.
Di AS, aturan bertajuk 'Journalism Competition and
Preservation Act' sudah diwacanakan sejak tahun lalu. Facebook mengancam akan
memblokir akses berita jika aturan itu ditetapkan, namun hingga sekarang belum
terjadi.
Keengganan Meta untuk mematuhi aturan Bill C-18 sudah
digaungkan sejak beberapa bulan lalu. Head of Media Partnerships Meta di
Kanada, Marc Dinsdale, mengatakan bahwa pihaknya sudah beberapa kali berdiskusi
dengan pemerintah Kanada namun belum menemui titik terang.
"Kami sudah berkali-kali mengatakan ke pemerintah
Kanada bahwa konten berita bukan sumber pendapatan yang signifikan bagi
kami," kata dia.
Pada 2018 lalu, laporan dari Canadian Media Concentration
Project menunjukkan bahwa pendapatan Google dari iklan pada konten berita
meraup 50% dari iklan internet tahun tersebut.
Sementara itu, Facebook meraup 27,3% pendapatan dari situ.
Sisanya, Twitter, Bell, Torstar, dkk hanya meraup 2% dari pendapatan iklan
internet.
Kendati begitu, Facebook bersikeras bahwa pihaknya justru
membantu perusahaan media. Pemerintah Kanada menegaskan tak akan terintimidasi
dengan ancaman blokir dari penyedia platform.
"Selama ini yang Facebook lakukan adalah muncul ke
komite, menolak menjawab pertanyaan, dan mengancam pemerintah," kata
Rodriguez.
"Kami selalu terbuka untuk kerja sama dengan itikad baik,"
pungkasnya.