bulat.co.id -
Pasarean Joko Tarub merupakan salah satu
wisata religi yang ada di Kabupaten Pamekasan, tepatnya terletak di Dusun Pacanan, Desa Montok, Kecamatan Larangan, Kabupaten Pamekasan.
Pasarean Joko Tarub sendiri hanya berupa makam, akan tetapi cerita yang melegenda yang menjadikannya makam ini banyak dikenal oleh masyarakat luas.
Makam tersebut merupakan Ki Ageng Joko Tarub, yang sejarahnya menceritakan tentang sosok Ki Ageng Joko Tarub yang berasal dari Banten bersama ayahnya Syekh Maulana Maulidi dalam menyiarkan dan berdakwah terkait agama Islam ke Madura.
Cerita masyarakat yang paling unik yakni, dikisahkan Ki Ageng Joko Tarub menikah dengan Nawang Sari yang kabarnya seorang bidadari dari kayangan yang terjebak di bumi.
Di dalam sebuah cungkup berwarna hijau tersebut yang berada di lokasi terdapat empat buah makam, pada masing-masing nisan bertuliskan, Nawang Wulan, Dewi Nawang Sasi, Raden Arjo Bondan Kejawen, dan Nawang Sari. Ada pula di dalam cungkup kain warna-warni yang dipercaya sebagai selendang Nawang Wulan pada masa itu.
Baca juga:Pamekasan Tidak Ada Pemeliharaan">Minim Anggaran, Museum di Pamekasan Tidak Ada Pemeliharaan
Selendang tersebut dipercaya dapat membawa keberuntungan filosofi yang beredar dimasyarakat. Sebagian dari peziarah meminta izin kepada juru kunci untuk meminjamnya dan membawa pulang sampai hajatnya selesai.
"Sebagian peziarah ada yang meminjam selendang-selendang ini, jika mereka sudah menyelesaikan hajatnya, kain selendang tersebut dikembalikan lagi," ungkap Hosnan juru kunci makam seraya menunjukkan kain tersebut.
Pada area luar cungkup makam Nawang Wulan terdapat puluhan makam yang masih terawat, nisannya dibungkus kain yang berwarna-warni. Diantaranya adalah Makam Kiai Ageng Joko Tarub, Syekh Maulana Maghribi, Kiai Poleng, dan Nyai Poleng. Sementara makam Kiai Agung Jakfar Shadik yang merupakan cucu menantu Joko Tarub berada di area yang berbeda, yakni di sebelah barat pintu masuk sisi atas makam.
Ada daya tarik tersendiri bagi para peziarah yang singgah ke tempat ini, yakni berupa pohon bambu berdaun rimbun yang mengelilingi area komplek pemakaman Joko Tarub. Bambu-bambu tersebut dipercaya dapat melanggengkan hubungan cinta dan kasih sayang. Hal tersebut dilakukan dengan cara menuliskan nama di pohon bambu tersebut, berupa tulisan si penulis dengan pasangannya.
Bambu yang diyakini sebagai bambu cinta oleh masyarakat setempat disebut juga dengan istilah "perrèng sojjin". Kepercayaan akan bambu itu sudah terjadi secara turun-temurun sejak puluhan tahun bahkan ratusan tahun yang silam oleh masyarakat.
Baca juga:Ribuan Pemudik Serbu Terminal Tipe B di Pamekasan
Bambu ini ditanam oleh Kiai Ageng Joko Tarub dari tusuk sate yang ditancapkan ke dalam tanah. Namun bukan seperti menanam bambu pada umumnya. Bambu tersebut kemudian tumbuh dan kini menaungi area pemakaman. Dulu area sekitar makam adalah kubangan air yang diyakini sebagai pemandian para bidadari kayangan. Airnya bermuara ke sungai dan pantai sehingga banyak perahu yang berlabuh ke sini. Namun, karena beliau khawatir anak cucunya dibawa ke luar pulau Jawa, maka beliau menggunakan sebuah gong besar untuk menutup sumber air tersebut.
Tak ayal, kini di pohon-pohon bambu tersebut penuh dengan tulisan yang disematkan oleh warga sekitar dan para peziarah. Tulisan pada bambu tersebut banyak berupa nama pengunjung dengan nama pasangan mereka. Mereka meyakini bahwa dengan menuliskan nama mereka pada bambu cinta akan membawa keberuntungan dalam dunia asmara, seperti kisah cinta yang syahdu antara Joko Tarub dan bidadari dari kayangan bernama Nawang Wulan.
(cr/Idrus Habibi)