Enam Bulan Harga Emas Memudar, Hari Ini Sedikit Bersinar

- Senin, 03 Oktober 2022 09:41 WIB
Enam Bulan Harga Emas Memudar, Hari Ini Sedikit Bersinar
Emas (Foto: Istimewa)

Bulat.co.id - Sinar emas memudar dengan cepat sejak awal akhir Maret 2022 atau dalam enam bulan terakhir. Sempat bertahan lama pada level US$ 1.900 per troy ons, sang logam mulia ambles karena tidak sanggup melawan keperkasaan dolar Amerika Serikat (AS).

Sepanjang tahun ini, emas juga sangat volatile setiap kali bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan menggelar pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC).

Emas hanya mampu naik tipis-tipis begitu ada gejolak ketegangan dalam perang Rusia-Ukraina atau pada awal-awal isu resesi di AS muncul. Misalnya hari ini, Senin (3/10/2022), harga emas kembali menguat sedikit naik Rp2.000 dibandingkan pedagangan Sabtu (1/10/2022).

Rata-rata harga emas ada di kisaran US$ 1.951,53 per troy ons pada Maret kemudian melandai menjadi US$ 1.936,99 pada April, US$ 1.848,08 pada Mei, US$ 1.836,76 pada Juni. US$ 1.736,08 pada Agustus dan US$ 1.680,73 pada September.

Harga emas melambung ke level psikologis US$ 1.900 per troy ons pada awal Maret 2022 setelah Rusia menyerang Ukraina pada akhir Februari. Pada 8 Maret, emas bahkan menyentuh US$ 2.052, 41 per troy ons yang merupakan level tertingginya sejak Agustus 2020 atau nyaris dalam dua tahun.

Memasuki 25 April, emas mulai terpental dari level US$ 1.900. Kebijakan agresif bank The Fed yang mengubah gerak emas sejak kuartal II tahun ini.

The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis points pada Maret 2022. Namun, inflasi AS yang terus melaju di atas 8% pada April dan ekspektasi kenaikan inflasi membuat pasar memperkirakan The Fed akan agresif pada Mei. Emas pun langsung goyang.

Ekspektasi kebijakan agresif The Fed melambungkan dolar AS hingga ke level tertingginya selama 20 tahun dan yield surat utang pemerintah AS meningkat tajam.

Kedua kondisi tersebut berdampak negatif ke emas karena penguatan dolar AS membuat emas semakin mahal sehingga kurang menarik.

Emas juga tidak menawarkan imbal hasil sehingga kenaikan yield membuat emas ditinggalkan investor.

"Kita benar-benar dihadapkan pada lingkungan inflasi tinggi yang membuat The Fed sangat agresif. Faktor ini menghilangkan appetite emas sebagai aset investasi yang aman. Investor melihat emas sudah tidak bisa dijadikan hedging dan aset aman yang memadai," tutur analis dari TD Securities Daniel Ghali, dilansir dari CNBC.

Sesuai prediksi, The Fed menaikkan suku bunga sebesar 50 bps pada 5 Mei 2022. Emas terus melandai dari US$ 1.905, 56 per troy ons pada 26 April 2022 hingga menyentuh US$ 1.821 pada 10 Mei 2022 atau hanya lima hari sejak The Fed mengerek suku bunga sebesar 50 bps.

Emas mendapat tekanan hebat begitu data inflasi AS keluar pada pertengahan Mei. Inflasi AS melambung ke 8,6% pada Mei atau level tertinggi dalam 41 tahun terakhir. The Fed pun mulai mengeluarkan pernyataan mengenai kebijakan agresifnya sehingga pasar mulai bertaruh akan kenaikan suku bunga sebesar 75 bps untuk Juni.

"Setelah inflasi AS naik, pasar semakin yakin jika The Fed akan menaikkan suku bunga acuan secara agresif.  Sangat berat bagi emas untuk bisa menguat ke depan kecuali jika dampak inflasi bisa menghentikan kenaikan suku bunga," tutur Philip Streible, dari Blue Line Futures Chicago.

Sejak awal Juli, emas resmi keluar dari level US$ 1.800 karena The Fed kembali menegaskan sikap agresifnya. Emas terus turun hingga ke posisi US$ 1.706 pada 15 Juli atau sehari sebelum pengumuman. Selain keperkasaan dolar, emas juga mulai tertekan oleh isu resesi.

Analis dari Kitco Metals Jim Wyckoff mengatakan dalam kondisi normal, isu resesi akan membuat emas terdongrak karena banyak orang mencari aset aman seperti emas.

Namun, kebijakan agresif The Fed membuat emas kurang dilirik sebagai aset aman pada tahun ini. Investor memilih menanamkan uang mereka untuk membeli dolar AS yang dianggap lebih aman dan menguntungkan.

Isu perlambatan ekonomi AS sempat membuat emas  menguat pada akhir Juli. Terkontraksinya ekonomi AS pada kuartal II membuat Negara Paman Sam secara teknis memasuki resesi. Pasar semula berekspektasi jika kontraksi ekonomi AS akan membuat The Fed mengendurkan kebijakannya.

Ketegangan politik antara AS dan China terkait kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan juga membuat emas kembali dicari sehingga harganya terus merangkak naik dari US$ 1.717 pada 26 Juli menjadi US$ 1.801 pada 12 Agustus. 

Namun, harga emas terjun bebas karena pidato keras Chairman The Fed Jerome Powell. Dalam simposium Jackson Hole pada 26 Agustus, Powell menegaskan sikap tegas The Fed yang tidak akan mentolerir inflasi. The Fed bahkan tidak perduli jika kebijakannya membuat ekonomi AS "sakit".

Emas terlempar dari level psikologis US$ 1.700 pada 14 September menjelang rapat Federal Open Market Committee (FOMC).

Emas sedikit membaik setelah ketegangan Rusia-Ukraina  meningkat pada akhir September tetapi tetap tak mampu menembus US$ 1.700. Pada perdagangan Senin (3/10/2022) pukul 06: 30 WIB, harga emas menguat 0,23% ke posisi US$ 1.663,61 per troy ons.

Dalam sepekan, harga emas sudah menguat 2,6% secara point to point. Dalam sebulan, harga emas  masih anjlok 2,8% sementara dalam setahun ambles 5,9%. Dalam enam bulan terakhir, emas jeblok 13,5%. (Red)

Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru