Sebuah Seni Menganalisis Informasi di Media Sosial

Riki Cowang - Sabtu, 27 April 2024 18:40 WIB
Sebuah Seni Menganalisis  Informasi di Media Sosial
Ist
Ilustrasi-fake news dan facts
Oleh : Maria Natalia Subur

Di era digital yang semakin canggih ini, media sosial menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Namun dengan segala kemudahan dan keuntungannya kita dihadapkan pada tantangan baru, yaitu bagaimana kita dapat menggunakan media sosial secara tepat. Berpikir kritis dan menjadi bijak merupakan salah satu cara dalam menghadapi tantangan ini.

Berpikir kritis dan menjadi bijak di zaman teknologi ini menjadi semakin penting melihat kenyataan bahwa media sosial kita semakin marak dibanjiri oleh berita-berita palsu, tantangan inilah yang mendesak kita untuk semakin bijak dan mampu berpikir kritis dalam bermedia sosial terutama dalam menyaring setiap informasi yang kita peroleh dari platform-platform digital.

Paul & Elder (2008) mendefinisikan berpikir kritis adalah seni menganalisis dan mengevaluasi pemikiran dengan tujuan untuk meningkatkan pemikiran tersebut. Berpikir kritis merupakan proses intelektual mengkonseptualisasi, menerapkan, menganalisis, mengsintesis, dan mengevaluasi dengan aktif dan terampil terhadap informasi yang diperoleh dari pengamatan, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi, di mana bertujuan untuk memandu tindakan (Scriven & Paul, 1987).

Tantangan-tantangan dalam bermedia sosial terutama dalam menyaring informasi menjadi semakin serius dan memprihatinkan yang memicu begitu banyak dampak negatif sehingga kita sebagai pengguna medsos dituntut untuk mampu mengenali atau mengidentifikasi setiap tantangan-tantangan tersebut, salah satu contoh tantangan yang saat ini dihadapi oleh pengguna media sosial dalam menyaring informasi adalah penyebaran berita-berita palsu atau hoaks. dalam menghadapi tantangan ini, penting bagi kita untuk memiliki kemampuan mengidentifikasi yang baik dan jeli terkait hoaks atau berita palsu.

Dilansir dari Kementrian Komunikasi Dan Informatika beberapa panduan praktis untuk mengenali tanda-tanda terkait berita-berita palsu atau hoaks.

Pertama, hati-hati dengan judul provokatif; kedua, cermati alamat situs; ketiga, periksa fakta; keempat, cek keaslian foto; dan yang kelima, ikut serta grup diskusi anti-hoaks. Dalam mengembangkan kemampuan mengidentifikasi dan menyaring berita-berita palsu atau hoaks, literasi digital adalah hal yang penting, di mana Literasi digital merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan teknologi digital dengan efektif dan bertanggung jawab. Ini melibatkan pemahaman tentang cara menggunakan perangkat digital, aplikasi, dan platform-platform digital, serta kemapuan untuk menafsirkan informasi yang ditemukan secara online dengan kritis.

Literasi digital juga mencakup kemampuan untuk memahami resiko dan tantangan yang terkait dengan teknologi digital, seperti privasi online, keamanan data, dan penyebaran informasi palsu atau berita hoaks. Dengan literasi digital yang baik, seseorang dapat menjadi pengguna yang cerdas, aman, dan beretika dalam lingkunan digital. Beberapa langkah-langkah praktis yang dapat digunakan untuk meningkatkan literasi digital yakni memeriksa keaslian sumber informasi, mencari sumber tambahan, mengecek fakta, penilaian kritis terhadap informasi, dan membangun kesadaran akan tantangan digital.

Bagi kita semua terutama kita sebagai pengguna aktif media sosial, mari bersama-sama saling membantu dan mengarahkan dalam menggunakan media sosial dengan bijak dengan cara menyebarkan kesadaran tentang hoaks dan pentingnya literasi digital agar kita terhindar dari dampak negatif akibat gagal dalam menyaring informasi di media sosial.

Salah satu contoh kasus nyata terkait berita palsu atau hoaks yang dilansir dari laporan Kementrian Komunikasi Dan Informatika, Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika, Dra Mariam F Brata Mi.Kom, mengungkapkan bahwa hingga Juni 2020, terdapat minimal 850 kasus kabar bohong atau hoaks terkait Covid-19. Dalam sebuah webinar bertajuk "Perempuan Melek Digital Di Era Pandemi Covid-19" yang diselenggarkan oleh Kowani di Jakarta pada Senin, Mariam menyatakan bahwa hoaks tersebut mencakup informasi mengenai kompensasi yang diduga diterima masyarakat akibat pandemi covid-19 dan juga klaim tentang uap panas yang disebut dapat membunuh virus tersebut. Mariam juga menyoroti bahwa rata-rata 6,2 hoaks dibuat dan disebar setiap harinya yang menghasilkan ketakutan, ketidakpastian, dan bahkan kepanikan di tengah masyarakat, namun kabar baiknya tindakan penyebaran hoaks ini telah ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian dengan menindak 104 pelaku.

Untuk merespon aneka informasi di media sosial, apa yang perlu kita miliki? Ada beberapa solusi konkret yang dapat diimplementasikan oleh pengguna. Beberapa langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan kemampuan dalam mengelola informasi secara bijak dan kritis seperti menggunakan sumber informasi terpercaya, memeriksa keaslian informasi sebelum membagikannya, berpartisipasi dalam literasi digital, membatasi penyebaran informasi, dan melakukan cross-check dengan memeriksa informasi dari beberapa sumber yang berbeda.

Dengan meningkatnya literasi digital dan berpikir kritis di media sosial, kita memiliki kesempatan untuk menciptakan lingkungan online yang lebih sehat dan lebih aman bagi semua pengguna. Kemampuan untuk menyaring informasi dengan bijak akan membantu kita menghindari jebakan berita palsu atau berita hoaks. Melalui kerja sama dan kesadaran bersama, kita dapat membentuk budaya online yang lebih positif di mana pengguna saling mendukung. Mari kita bersama-sama berperan aktif dalam membangun lingkungan online yang lebih baik untuk kita semua.

Penulis adalah Mahasiswi Sekolah Tinggi Pastoral St. Sirilus Ruteng.

Penulis
: Riki Cowang
Editor
: Andy Liany
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru