bulat.co.id - Komisi VI DPR Aceh melakukan evaluasi pada Dinas Pendidikan Aceh untuk tahun 2023. Sedikitnya,ada lima isu terkait pendidikan di Aceh.
Pertama, Komisi yang membidangi pendidikan dan keagamaan itu menyorot tentang tenaga guru di Aceh yang lebih di beberapa tempat, tetapi kurang di tempat lain.
“Lebihnya kalau di perkotaan, kalau di Darul Imarah, dan Banda Aceh. Kalau di Simeulue, Singkil, Aceh Tengah dan Gayo Lues itu kurang,” kata anggota Komisi VI, Bardan Sahidi.
Bardan menilai kondisi tersebut terjadi lantaran banyak guru yang lulus PNS justru minta pindah dari tempat penugasannya. Kondisi ini kerap terjadi di daerah-daerah dan diberikan peluang oleh dinas terkait.
“Kita tidak mau berurusan lagi dengan makelar tukang pindahin tenaga kependidikan,” kata Bardan Sahidi.
Selain terkait pemerataan guru di Aceh, Komisi VI juga menyorot penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurut Bardan Sahidi selama ini dana BOS diandalkan menjadi pendongkrak mutu pendidikan di Indonesia. Pemerintah, menurutnya, bahkan selalu menggadang-gadang untuk memberikan jaminan pendidikan murah dan berkualitas.
“Tetapi kita dapatkan laporan dari wali siswa tentang masih ada pungutan lain di sekolah,” tambahnya.
Pungutan yang dimaksud seperti uang iuran komite dan pungutan lain yang bersifat untuk kepentingan belajar dan mengajar di sekolah. “Apakah dana BOS itu tidak mencakup semua kebutuhan sekolah?”
Dia mengatakan seharusnya keberadaan dana BOS yang besar dapat menunjang semua kebutuhan belajar dan mengajar di sekolah tanpa harus ada pungutan lain di luar ketentuan. Apalagi saat ini sistem pendidikan nasional telah menghapus iuran wajib seperti SPP dan sebagainya.
Dari pantauan tim bulat.co.id, Jumat (26/8/2022), omisi VI juga menerima aduan dari sekolah terkait penggunaan dana BOS yang tidak tepat sasaran. Hal ini menurut Bardan Sahidi turut menjadi perhatian anggota dewan di Komisi VI dalam pertemuan kemarin.
“Karena itu kita sangat berharap setiap sen dana BOS itu dirasakan kemanfaatannya oleh siswa dalam rangka mengurangi beban orangtua,” lanjut Bardan.
Di sisi lain, Dinas Pendidikan Aceh turut memaparkan prestasi yang diraih selama setahun terakhir. Namun menurut Bardan, prestasi yang dipaparkan tersebut tidak dapat digeneralisir dengan kondisi Aceh saat ini. Mislanya, tidak bisa digenaralisir antara SMA 3 Banda Aceh dengan kondisi SMA Kutacane.
“Kalau kita sebut tadi pemerataan kualitas dan mutu pendidikan Aceh, prasarana dan dukungan belajar. Boro-boro mereka mau belajar komputer, komputernya aja enggak ada di sekolah,” kata Bardan lagi.
Dalam pertemuan tersebut, Komisi VI juga meminta Dinas Pendidikan Aceh untuk tidak bergantung penuh pada Otonomi Khusus (Otsus) yang sebentar lagi habis. Menurut Bardan, Aceh tidak boleh terpaku dengan Otsus dan 20 persen uang APBD untuk bidang pendidikan.
“Jangan abai dengan kegiatan APBN melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan,” papar Bardan.
Saat ini, Aceh memang memiliki dana sebesar Rp 2 Triliun yang dapat dipergunakan untuk sektor pendidikan. Dana tersebut merupakan jumlah 20 persen dari APBD yang diperuntukkan bagi Pendidikan sesuai UUPA.
Namun, di sisi lain, Aceh tidak boleh lengah dengan peluang-peluang dana pendidikan yang bersumber dari APBN seperti program Indonesia Pintar dan Merdeka Belajar.
"Itu uang APBN lho, jadi jangan lalai dengan APBD saja. Inikan uang yang sudah ada, kalau daerah lain itu tanpa Otsus dan bagi hasil Migas, tapi dapat menggenjot mutu pendidikan di daerahnya." (YN)